Kamis, 22 Januari 2015

Diantara kecewa

Kecewa. Aku sudah berkali-kali merasakannya, bahkan  terlalu sering. Harusnya sih udah kebal, harusnya.
Seolah gong yang diam dipukul berkali-kali, tiada jera aku hadapinya. Kecewa selalu saja ada di sampingku,
mungkin karna terlalu nyaman. Atau mungkin si Kecewa memang ingin jadi teman setiaku dibanding jadi temannya si harap.

 Kenapa demikian?
Kata orang, kecewa itu timbul karena berharap, kemudian harapan itu tidak sesuai kenyataannya. Makin besar harapan, makin dalam kecewanya. Dimana ada harap, disitu ada kecewa. Iya memang benar apa yang dikatakan orang-orang, akupun merasakannya. Akan tetapi, ada hal lain yang aku rasakan tentang ini. meskipun aku tidak berharap, si kecewa masih saja nongol. Udah kek parasit, menempel lekat disekujurku, seperti betah menggerogoti disetiap celah-celah hatiku.

"Ah masa sih, gak berharap aja bisa kecewa? rada mustahil deh kayaknya!", gitu ujarnya
Lah, lalu apa yang aku rasain ini namanya jika bukan sebuah kekecewaan? Perasaan dimana aku terluka, padahal aku tidak berharap apapun padanya. Aku sudah tau akan seperti ini, akupun sudah sengaja tak ingin memikirkan apapun tentangnya yang sewaktu-waktu menimbulkan setitik asa, tergores luka. Perih cuy Sepertinya, usaha pencegahan itu semuanya gagal. Tetap saja aku bersedih, aku terluka, aku sakit. Aku sudah pernah terlalu berharap akan sesuatu, akan banyak hal, hal hal bersamamu. Yg sudah sekian lama aku bangun. Sudah pernah menggantungkan harapku itu setinggi langit pada seseorang. Namun saat harap itu terjawab dengan hal yang jauh dari angan, saat dia jatuh terhempas kencang begitu saja ke tanah, saat itu pula aku melihat dan menyadari, bahwa semua itu adalah hal yang seharusnya tidak aku lakukan. Aku lupa kalo aku manusia, dan mereka juga manusia biasa. Aku sempat khilaf untuk lebih mempercayai sesamaku dibanding Penciptaku, Maha Penentu Semuanya. Aku telah salah memilih untuk mengimankan diri pada mereka-mereka yang belum tentu bisa menghargai segala harap dan yakinku. Sejak saat itu pula aku putuskan untuk berhenti berharap. Tapi apa yang terjadi? Kecewa itu masih dan masih saja hadir!


ya Tuhan, aku benci bila harus mengakui bahwa aku merasakan itu lagi. Aku sudah sangat jauh dari batas lelahku, tapi aku enggan berhenti untuk merindukan seseorang Aku tersentak. Ingit teriak sekencang kencangnya. Maaf cuy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar